Senin, 11 Mei 2015

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS MENGGUNAKAN/PEMANFAATAN FASILITAS DAN POTENSI YANG ADA DI MASYARAKAT

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS
MENGGUNAKAN/PEMANFAATAN FASILITAS DAN POTENSI YANG ADA DI MASYARAKAT



Di Susun Oleh:
   Siska Purnamasari
B.2013152

Dosen Pengajar: Stella Lestari, Sst


POLITEKNIK KESEHATAN PROVINSI BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
TA.2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah............................................................................... 2
1.3. Tujuan Masalah................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mengunakan/Memanfaatkan Fasilitas Dan Potensi Yang Ada Di
     Masyarakat............................................................................................ 3
2.2 Penggunaan potensi yang ada di lingkungan masyarakat................... 8

BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2 Saran............................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seorang bidan dapat saja d tempatkan dimana saja sesuai dengan tempat – tempat yang membutuhkannya. Bidan dapat di tempatkan pada pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, mendirikan Praktek sendiri, di Komunitas ( atau yang lebih di kenal Bidan desa). Oleh sebab itu seorang bidan harus dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional (Kongres ICM). Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi.
Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan. Pelayanan kebidanan komunitas diarahkan “untuk mewujudkan keluarga yang sehat sejahtera sehingga tercipta derajat kesehatan yang optimal”. Hal ini sesuai dengan visi Indonesia Sehat 2010. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan dimasyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Didalam kesehatan keluarga, kesehatan ibu mencakup kesehatan masa pra kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa diluar kehamilan (masa interval). Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Upaya kesehatan anak dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, balita, pra sekolah dan sekolah. Peningkatan kesehatan keluarga dapat mewujudkan lingkungan keluarga yang sehat, selanjutnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Wujud dari kesehatan keluarga dan komunitas merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang berupa kesehatan untuk semua. Oleh sebab itu banyaknya peran bidan dalam masyarakat membuat bidan haru dapat berbicara dan mendekatkan diri pada masyarakat, serta mampu melakukan tindakan untuk dapat membantu mastarakat serta dapat di terima oleh masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atasa adalah:
1.      Menggunakan/Pemanfaatan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakaat?
2.      Penggunaan potensi yang ada di lingkungan masyarakat?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas:
1.      Untuk mengetahui cara mengunakan/pemanfaatan dan potensi yang ada di masyarakaat.
2.      Untuk mengetahui Penggunaan potensi yang ada di lingkungan masyarakat?





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Menggunakan/Pemanfaatan Fasilitas Dan Potensi Yang Ada Di Masyarakat
Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang di kaji secara sistematik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan keseimbangan pembangunan kesehatan. Besar dan beragamnya peran serta masyarakat dapat dilihat pada beberapa fakta beriku. Dari kajian kunjungan lapangan di berbagai daerah, terungkapnya bahwa peran serta masyarakat di wujudkan dalam bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang jenisnya sangat  banyak diantaranya:
A.        POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu)
Posyandu merupakan jens UKBM yang paling memasyarakat dewasa. Posyandu meliputi 5 program prioritas ( KB, KIA, Gizi, Imunisasi dan penanggulangan diare). Bila di perhitungkan bahwa tiap posyandu rata-rata mempunyai 5 orang kader
B.         DANA SEHAT
Pada dana sehat dapat berkembang ke berbagai pola antara lain:
1.      Dana sehat pola UKS (upaya kesehatan sekolah).
2.      Dana sehat pola PKMD (Perkembangan Kesehatan Masyarakat Desa).
3.      dana sehat pola pondok pesantren
4.      dana sehat pola KUD
5.      Dana sehat yang dikembangkan LSM
6.      Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (tukang becak, sopir angkot, dll).
Dana  sehat merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota masyarakat yang belum di jangkau oleh asuransi kesehatan seperti Askes, astek dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan masyarakat yang pada gilirannya mampu melestarikannya LKBM setempat. Oleh karena itu dana sehat harus di kembangkan keseluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya

C.        Pos UKK(pos upaya kesehatan kerja)
Pos upaya kesehatan kerja (pos UKK) bentuk operasional PHC dilingkungan pekerja, merupakan wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang terencana, teratur dan berkesinambungan yang di selenggarakan oleh masyarakat pekerja atau kelompok pekerja yang memiliki jenis kegiatan usaha yang sama dan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dengan demikian dalam implementasinya selalu  mencangkup 3 pilar PHC yaitu:
1.      Adanya kerjasama lintas sector
2.      Adanya pelayanan dasar kesehatan kerja
3.      Adanya peran serta masyarakat.
Dari aspek kerjasama lintas sector, pos UKK merupakan wahana kerjasama sektor kesehatan, tenaga kerj, pertanian, perindustrian dan lain-lain dalam pembinaan pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Dari aspek partisipasi masyarakat, pos UKK merupakan wujud peran serta masyarakat pekerja, pengusaha, organisasi pekerja, organisasi pengusaha dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Jadi pos UKK merupakan salah satu bentuk UKBM bagi kelompok pekerja, baik pekerja formal maupun informal.
Kegiatan spesifik yang menjadi cirri pokok Pos UKK adalah sebagai berikut:
1.      Adanya komunikasi , informasi, edukasi dan motivasi tentang ergonomic, pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, kebugaraan, penanggulangan stress hipertensi, bahaya merokok, pencegahan penyakit menular, keracunan makanan dan pokok bahasan lain yang terkait dengan kesehatan kerja.
2.      Kegiatan yang bersifat lintas sektor, dengan peran masing-masing sesuai dengan profesi dan fungsi sektor yang bersangkutan..
3.      Pelayanan dasar kesehatan kerja yang antara lain meliputi: P3K, P3P, Pemantauan, Penggunaan alat pelindung dan upaya penyehatan lingkungan kerja.
D.        SBH (Satuan karya bakti Husada)
SBH merupakan bentuk partisipasi generasi muda khususnya pramuka dalam bidang kesehatan. Unit SBH ini ada di tingkat kabupaten (kwartir cabang), dan kecamatan (kwartir ranting).
Selain saka bhakti Husada, saat ini telah berkembang pula beberapa upaya kesehatan meliputi:
1.      Upaya kesehatan remaja yaitu kelompok remaja yang ikut berkiprah dalam pembangunan kesehatan dalam bentuk-bentuk pelatihan, lomba poster, pidato karikatur dan program kesehatan lainnya.
2.      Upaya kesehatan pesantren yaitu kelompok santri yang ikut berkiprah dalam pembangunan kesehatan dengan wilayah kerja pesantren, berupa penyelenggaraan Pos Kesehatan pesantren yang di laksanakan oleh para  santri husada.
3.      Karang Taruna Husada yaitu kelompok karang taruna yang menyelenggarakan kegiatan berwawasan kesehatan seperti “Remaja Darling” (remaja sadar lingkungan), “Remadi” (Remaja anti diare), remaja Husada, Remaja bebas rokok, dll
E.         POLINDES (Pondok Bersalin Desa)
Polindes atau pondok bersalin desa merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya, termasuk KB di desa.
Polindes hanya dapat di rintis hanya di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut. Sebagai bentuk peran serta masyarakat, polindes seperti halnya posyandu, di kelola oleh pamong setempat dalam hal ini kepala desa melalui LKMDnya. Namun berbeda dengan posyandu yang pelaksanaan pelayanannya dilakukan oleh kader dan di dukung oleh petugas puskesmas, polindes dalam pelaksanaan pelayanannya sangat tergantung pada keberadaan bidan. Hal ini karena pelayanan di polindes merupakan pelayanan profesi kebidanan.
Kader masyarakat yang paling terkait dengan pelayanan di polindes adalah dukun bayi. Karena itu di polindes dimanfaatkan pula sebagai sarana untuk meningkatkan kemitraan bidan dan dukun bayi dalam pertolongan persalinan. Kader posyandu dapat pula berperan  di polindes seperti perannya dalam melaksanakan posyand, yaitu dalam penggerakkan sasaran dan penyuluhan. Selain itu bila memungkinkan kegiatan posyandu dapat dilaksanakan pada tempat yang sama dengan polindes.
Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruangan/kamar untuk pelayanan KIA termasuk tempat untuk pertolongan persalinan, yang di lengkapi dengan sarana air bersih. Dengan demikian, penyediaan tempat untuk polindes tidak perlu selalu harus berupa pembangunan gedung baru, bila hal itu tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat karana keterbatasan dana. Polindes dapat menggunakan bangunan lama yang  telah di sesuaikan kebutuhan pelayanan polindes. Apapun bentuk tempatnya, letak polindes diharapkan tidak berjauhan dengan tempat tinggal bidan desa, bahkan sedapat mungkin bidan di beri tempat tinggal bersebelahan dengan polindes.
Dengan demikian, pengembangan polindes merupakan upaya untuk mengatasi kesenjangan sebagai berikut:
1.      Kesenjangan geografis dalam memperoleh pertolongan persalinan yang aman dan bersih. Dengan adanya polindes, maka masyarakat di pedesaan dapat memperoleh pelayanan tersebut di desanya.
2.      Kesenjangan informasi mengenai kesehatan ibu dan anak,serta perilaku hidup sehat pada umumnya. Dengan adanya bidan di desa, maka masyarakat dapat sering bertemu dan mendapat informasi yang dibutuhkan untuk menjaga diri agar tetap sehat.
3.      Kesenjangna socialbudaya antara petugas kesehatan dan masyarakat yang di layaninya. Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, kader dan dukun bayi akan semakin akrab, sehingga bidan diharapkan dapat di terima sebagai bagian dari masyarakat.
4.      Kesenjangan ekonomi dalam mendapatkan pelayanan kebidanan professional. Dengan penentuan tariff pelayanan persalinan secara musyawarah melalui wadah LKMD, maka diharapkan sasaran dapat menjangkau pelayanan yang di butuhkan. Selain itu masyarakat yang tidak mampu diharapkan dapat di jangkau melalui pengorganisasian dana sehat atau pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM).
5.      Kesenjangan dalam memperoleh Pelayanan rujukan. Dengan adanya bidan di desa yang di harapkan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatan kebidanan dan bayi baru lahir, maka ibu atau bayi baru lahir dapat di tangani dan di rujukn lebih dini, sehingga kemungkinan untuk mempertahankan kelangsunagan hidupnya lebih besar.

F.         POSKESTREN (pos kesehatan pesantren)
Poskestren merupakan wujud partisipasi masyarakat pondok pesantren dalam bidang kesehatan. Biasanya dalam poskestren ini muncul beberapa kegiatan antara lain:
1.      Pos obat pondok pesantren (POP)
2.      Santri Husada (kader kesehatan di kalangan perpustakaan santri).
3.      Pusat informasi kesehatan berupa kesehatan dan ceramah kesehatan secara berkala, bekerjasama dengan puskesmas setempat.
4.      Upaya kesehatan lingkungan di sekitar pondok pesantren.
G.        LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Dalam hal ini kebijakan yang di tempuh adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan peran serata masyarakat termasuk swasta pada semua tingkat.
2.      Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi masyarakat.
3.      Memberikan kemapuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada organisasi kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan dengan kemampuan sendiri
4.      Meningkatkan kepeduliaan LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan kesehatan
Dalam hal koordinasi kegiatan pembangunan kesehatan dengan LSM, memang terasa masih amat terbatas. Sekarang sedang di pesiapkan mengembangkan jejaring LSM, yang dapat saling mengisi antara Depkes & LSM serta antar LSM sendiri.

2.2  Penggunaan potensi yang ada di lingkungan masyarakat
A.    KADER DESA
Kader Desa adalah : Tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang tertentu, yang tumbuh ditengah - tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk melaksanakan, meningkatkan, dan membina kesejahteraan masyarakat dengan rasa iklas tanpa pamrih dan didasari panggilan untuk melaksanakan tugas - tugas kemanusiaan.

Bertitik tolak dari pengertian ini, maka kader desa adalah wakil dari masyarakat yang akan merumuskan segala hal yang menjadi kebutuhan dari masyarakat dan melakukan usaha - usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kader desa akan menjadi “agent of change” yang akan membawa norma - norma baru yang sesuai dengan nilai tradisional mereka dan yang akan menggali segi - segi positif yang ada pada norma - norma tradisional masyarakat mereka.

B.     OPTIMALISASI POTENSI KADER DESA
Beberapa cara / langkah - langkah untuk mengoptimalkan potensi kader desa antara lain :
1.      Jangan terlalu ketat membuat pembatasan – pembatasan
2.      Pembinaan kader desa harus dilakukan secara positif dan berkesinambungan,
3.      Menumbuhkan dan mengembangkan sistem yang dapat menunjang peran kader desa.
C.    KEUNTUNGAN KADER DESA
Keuntungan yang diperoleh Masyarakat dengan adanya Kader adalah :
1.      Meningkatkan kualitas kemampuan hingga menumbuhkan pemimpin dan kepemimpinan baru dalam masyarakat,
2.      Masyarakat dapat memanfaatkan kegiatan atau fasilitas yang disediakan dengan lebih optimal,
3.      Keterlibatan masyarakat dalam program menjadi lebih besar sehingga ikut berperan secara aktif dalam menyusun tujuan - tujuan yang ingin dicapai.
Keuntungan yang diperoleh Lembaga yg. Mensponsori Program dengan adanya Kader adalah :
1.      Program dapat dikerjakan kader dan menekan biaya,
2.      Daya jangkau program menjadi lebih luas dg. Tambahan tenaga kader,
3.      Cara pelaksanaan kegiatan / program dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. ( Krn. Kader berasal dari masyarakat setempat yang telah dipilih oleh masyarakat dan pamong setempat ).


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Menurut departemen kesehatan republik indonesia (1991) peran serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu, keluarga, dan lembaga masyarakat termasuk swasta ikut mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri, keluarga, dan masyarakatnya. Prinsip peran serta mansyarakat adalah mengutamakan masyarakat,berbasis pengetahuan masyarakat, dan melibatkan seluruh anggota masyarakat dengan memperhatikan tipologi peran serta masyarakat. Di dalam peran serta, setiap anggota masyarakat di tuntut suatu kontribusi atau sumbangan .kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk tenaga (man), uang (money), benda(material), dan ide (mind).

3.2    Saran
Diharapkan  pembaca dapat menggunakan makalah ini sebagai bacaan tentang strategi pelayanan kebidanan dikomunitas. Dan mampu memahami isi dari makalah ini sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.





DAFTAR PUSTAKA


Dwi Handajani, Sutjiati. 2012. Kebidanan komunitas konsep & menejemen asuhan. Jakarta: EGC.

Dewi Pudiastuti, Ratna. 2011. Buku ajar kebidanan komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar