Kamis, 14 Mei 2015

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Kala IV persalinan merupakan tahap persalinan yang paling akhir yang di mulai dari pelepasan plasenta sampai dua jam pascapartum. Pada kala IV, di lakukan pemantauan kondisi ibu. Kala IV ( kala pengawasan ) adalah kala pengawasan selama dua jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pascapartum. Darah yang keluar diperiksa sebaik – baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasa disebabkan oleh luka pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perinium. Dalam batas normal, rata – rata banyaknya perdarahan adalah 250 cc biasanya 100 – 300 cc. Jika perdarahan lebihh dari 500 cc, ini sudah dianggap abnormal dan harus di cari penyebabnya.
Sering kita mendengar bahwa seorang ibu bersalin adalah seorang yang sedang berjuang. Bila karena suatu hal tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa meninggal selama proses persalinan berlangsung. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu di Indonesia terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu didunia. Walaupun seseorang perempuan dapat bertahan hidup selama mengalami perdarahan pasca persalinan ( PPP ), namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat ( anemia berat ) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.
Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang paling umum dari pasca persalinan dini yang berat ( yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan ) adalah atonia uteri ( kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan ). Plasenta yang tertinggal, vagina atau mulut rahim yang terkoyak dan uterus yang turun atau inverse, juga merupakan sebab dari perdarahan pasca persalinan.




1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas :
1.      Bagaimana Melakukan Penjahitan Luka Episiotomi/Laserasi ?
2.      Bagaimana Pemantauan Selama Kala IV ?

1.3    Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas :
1.      Melakukan Penjahitan Luka Episiotomi/Laserasi ?
2.      Bagaimana Pemantauan Selama Kala IV ?

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Melakukan Penjahitan Luka Episiotomi/Laserasi
1)   Anestesi Lokal dan Prinsip Penjahitan Perineum
              Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau efisiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunanakan anastesi lokal merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anastesi lokal saat dilakukan efiotomi, lakukan pengujian luka untuk mengetahui bahwa anastesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit dengan porsets atau cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, maka ulangi lagi anastesi lokal sebelum penjahitan.
              Manfaat dan tujuan anastesi lokal pada penjahitan laserasi perinium adalah sebagai berikut:
1.      Salah satu dari penerapan asuhan sayang ibu .penjahitan sangat menyakitkan pasien , dengan pemberian anastesi lokal maka rasa sakit ini dapat di atasi.
2.      Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi psikologi masa nifas tidak terganggu dengan penggalaman  yang tidak menyenagkan saat persalinan.
3.      Memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.
              Langkah – langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut :
1.      Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai atau rileks
2.      Isap 10 ml larutan lidokoin 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml ( jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar , jika lidokoin 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokoin 2%, tetapi dilarutkan dulu dengan perbandingan 1 : 1).
3.       Tempelkan / pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.
4.      Tusukkan jarum keujung atau keluka ( laserasi), tarik jarum sepanjang tepi luka ( kearah bawah diantara mukosa dan kulit )
5.      Aspirasi ( tarik pendorong tabung suntik ) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk kedalam tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali.
6.      Suntikan anastesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik berlahan – lahan.
7.      Tarik jarum sampai kebawah tempat dimana jarum suntik itu disuntikkan.
8.      Arahkan lagi jarum kedaerah diatas tengah luka dan ulangi langkah 4.
9.      Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah yang di anastesi dengan cara mencubit dengan porset atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jikaibu masih terasa sakit tunggu 2 menit kemudian.
Pemeriksaan Serviks, Vagina, Dan Perineum
1.      Serviks. Perubahan yang terjadi pada seviks adalah seviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini di sebabkan oleh korpus uterus yang dapat berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah – olah ada perbatasan antara korpus dan serviks uterus yatu bnetuk semacam cincin. Dilihat dari warnanya, seviks menjadi merah kehitam – hitaman karena penuh pembuluh darah dan konsistensinya lunak. Segera setelah janin di lahirkan, seviks masih dapat di masuki oleh tangan pemeriksa, tetapi setelah dua jam hanya dapat di masuki 2 – 3 jari.
2.      Vagina dan perineum. Evaluasi laserasi dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Kaji perluasan laserasi perineum. Laserasi perineum di bagi menjadi empat derajat, yaitu sebagai beriket :
a.       Derajat I
Meliputi mukosa vagina, fourchette posterior, dan kulit perineum. Pada derajat I, tidak perlu dilakukan penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan.
b.      Derajat II
Meliputi mukosa vagina, fourchette posterior. Dan kulit perineum, dan otot perineum. Pada derajat II, dilakukan penjahitan dengan tehnik julujur.
c.       Derajat III
Meliputi mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, dan otot sfingter ani eksternal.

d.      Derajat IV
Derajat III di tambah dinding rektum anterior. Pada derajat III dan IV, sehera lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan prosedur khusus.
Prinsip – prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukukan penjahitan luka efisiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai berikut :
1.      Patuhi teknik antiseptik dengan cermat:
a.       Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan steril yang telah dikenakan sebeumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminsi ketika memerlukan pemeriksaan rektum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rektum , dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rektum sarung tangan ekstra ini segera di buang.
b.      Mengatur posisi kain steril dan area rektum dan di bawahnya sampai di bawah ketinggian meja atau tempat tidur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benag jatuh ke arah tersebut dan menyaka apapun yang terdapat di tempat tersebut.
2.      Jika luka pada efisiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat 3 dan 4
3.      Jahit mukosavagina secara jelujur dengan cut gut kronik 2-0.
4.      Mulai dari sekitar 1 cm diatas puncak luka efisiotomi sampai pada batas vagina.
5.      Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina.
6.      Jahit otot perinium dengan benang 2-0 secara interuptus
7.      Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0.

              Terjadinya robekan atau laserasi pada perineum perlu segera ditangani secara hati-hati dan benar, kalau tidak segera ditangani akan sangat membahayakan kondisi ibu karena memungkin terjadi infeksi pada luka robekan sangat besar, karena pada saat jarum masuk jaringan tubuh juga akan terjadi luka. Pada proses penjahitan robekan perlu diperhatikan bahwa saat menjahit laserasi atau episiotomi harus digunakan benang yang panjang dan diusahakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis.
              Karena pada saat menjahit mungkin timbul rasa sakit yang berlebihan maka perlu digunakan anestesi lokal untuk mengurangi hal tersebut. Setelah diberikan anestesi lokal perlu diuji apakah bahan anestesi  sudah bekerja caranya dengan menyentuh luka dengan jarum yang tajam atau dengan cubit forcep atau cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman ulangi pemberian anestesi lokal,anestesi lokal standard digunakan adalah lidokain 1% tanpa epinefrin  (silokain), jika tidak tersedia gunakan lidokain 2% yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan perbandingan 1:1.Hati-hati pada saat pemberian anestesi jangan sampai masuk dalam pembuluh darah karena dapat menyebabkan ibu menjadi kejang bahkan menyebabkan kematian.

2)   Penjahitan Episiotomi Atau Laserasi
Secara umum prosedur penjahitan episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum, setelah episiotomi dilakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikan lukanya tidak meluas dan sedapat mungkin menggunakan jahitan jelujur.Untuk merapatkan jaringan pada sayatan yang terlalu dalam atau bahkan mencapai lapisan otot diperlukan penjahitan secara terputus.
            Langkah – langkah penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut:
1.      Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfektan tingkat tinggi atau seteril.
2.      Pastikan bahwa peralatan dan bahan – bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan perineum sudah didisinfeksi tingkat tinggi atu steril.
3.      Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bhwa daerah tersebut telah di anastesi, telusuri dengan hati – hati dengan mengunakan satu jari untuk secara luas menentuka batas –a batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu denga mudah.
4.      Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina.
5.      Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke cincin himen.
6.      Tepat sebelum cincin himen masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum berda di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perinem dan bagian atas laserasi.
7.      Teruskan ke arah bawah, tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang terluka telah di jahit.
8.      Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan dengan mengunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler.
9.      Tusukan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus harus keluar dari cincin himen.
10.  Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitr 1,5 cm.
11.  Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
12.  Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum.
13.  Cuci daerag gnetal secara lembut dengan sabun dan air dengan desinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang nyaman.
14.  Nasehati ibu untuk melakukan hal – hal berikut :
a.       Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
b.      Hindari pengunan obat – obatan tradisional pada perineum.
c.       Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 – 4 kali/ hari.
d.      Kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukannya.

2.2  Pemantauan Selama Kala IV
Pemantauan selama kala IV dilakukan secara menyeluruh .pemantauan dilakukan pada tekanan darah, suhu, dan tanda vital lainnya: tonus uterus dan kontraksi, tinggi fundus uteri, kandung kemih serta pendarahan pervaginam. Pelaksanaan pemantauan dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca persalinan dan dilanjutkan dengan 30 menit setelah satu jam kedua pasca persalinan.Hasil observasi dan asuhan dicatat dalam lembar observasi dan didokumentasikan  seperti asukan yang lain didalam partograf (lembar belakang kala IV) .
Pada masa ini perhatian khusus diberikan pada klien (ibu dan bayi) karena masa 1-2 jam setelah proses persalianan ini merupajan masa yang memerlukan  pengawasan yang benar-benar ketat oleh bidan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun bayi,seperti pendarahan pasca persalinan, atau asfiksia pada bayi. Oleh karena itu, bidan haruslah mempunyai keterampilan yang memadai untuk dapat mendeteksi kelainan dan menangani kelainan tersebut secara benar dan sesuai dengan kewenangannya.
1)      Tekanan Darah
            Tekanan darah yang normal adalah <140/90 mmHg sebagian ibu mempunyai tekanan darah <90/60 mmHg, jika denyut nadinya normal tekanan darah rendah tidak jadi masalah. Akan tetapi, jika tekanan darah <90/60 mmHg dan denyut nadinya >100 kali/menit,hal ini mengindikasikan adanya suatu masalah.
2)      Suhu
            Suhu tubuh yang normal adalah <38 0C jika suhu tubuh  >38 0C bidan harus mengumpulkan data lain untuk memungkinkan mengidentifikasi masalah, suhu yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau infeksi.
3)      Tonus Uterus dan Tinggi Fundus Uterus
            Palpasi uterus dilakukan untuk menentukan tonus dan lokasi uterus dalam hubungannya dengan umbilikus, uterus akan teraba lunak jika tidak berkontraksi dengan baik Masase uterus dilakukan setiap 15 menit selama sayu jam berikutnya, tinggi fundus uterus yang normal segera setelah persalinan adalah kira-kira setinggi umbilikus. Jika ibu tersebut sudah berkali-kali melahirkan atau jika bayinya kembar atau besar , tinggi fundus uterus yang normal adalah diatas umbilikus.
4)      Pendarahan
            Pendarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya sebanyak satu pembalut wanita per jam selama 6 jam pertama atau seperti darah mensturasi yang banyak. Jika pendarahan lebih banyak dari ini , ibu hendaknya periksa lebih sering dan penyebab pendarahan beratseharusnya diselidiki apakah ada leserasi pada vagina atau setrviks,apakah uterus berkontraksi dengan baik,apakah kandung kemihnya kosong.


5)      Kandung kemih
            Jika kandung kemih ibu dengan urine ,uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik, jika uterus naik dalam abdomen dan tergeser ke samping hal ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung kemih ibu penuh. Bantu ibu tersebut bangun dan kaji apakah ia dapat berkemih, jika ibu tidak dapat berkemih bantu ibu agar ibu merasa rileks dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat menguncurkan air di atas perineumnya sambil menjaga privasinya jika ibu tetap tidak dapat berkemih lakukan kateterisasi seteleh kandung kemih kosong uterus dapat berkontraksi dengan baik.


























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kala IV persalinan merupakan tahap persalinan yang paling akhir yang di mulai dari pelepasan plasenta sampai dua jam pascapartum. Pada kala IV, di lakukan pemantauan kondisi ibu dan kondisi ibu. Kala IV ( kala pengawasan ) adalah kala pengawasan selama dua jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pascapartum. Darah yang keluar diperiksa sebaik – baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasa disebabkan oleh luka pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perinium. Dalam batas normal, rata – rata banyaknya perdarahan adalah 250 cc biasanya 100 – 300 cc. Jika perdarahan lebihh dari 500 cc, ini sudah dianggap abnormal dan harus di cari penyebabnya.
Asuhan kebidanan pada kala IV ( pengawasan 2 jam setelah melahirkan ) merupakan masa penting dimana pada fase ini sering terjadi kondisi patotogis pada ibu maupun bayi. Komplikasi tersering pada saat ini adalah terjadinya perdarahan postpartum. Pada bayi dapat terjadi asfiksia atau hipotermi pada saat ini. Oleh karena itu diperlikan pengawasan terhadap ibu dan bayi secara terjadwal.
Observasi kala IV meliputi evaluasi terhadap kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar. Tanda – tanda vital meliputi : tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi juga harus dipantau. Bayi harus dipastikan sudah berhasil menyusu pada ibunya dan dalam keadaan hangat serta tidak mengalami gangguan pernapasan.

3.2 Saran
Makalah ini mudah – mudahan dapat bermanfaat bagi para mahasiswi kebidanan ataupun bagi semua masyarakat. Dan apabila masih terdapat kesalahan atau kekeliruan mohon kritikan atau saran untuk dapat memperbaikinya.



DAFRAT PUSTAKA


Nurasiah, ai, dkk. 2002. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung: Retika Aditama.

Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Selemba Medika.

Sumasah,dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya.

Yanti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Rihama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar