Kamis, 14 Mei 2015

MAKALAH ASKEB PERSALINAN “PRE EKLAMSI DAN EKLAMSI”



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Penyebab tingginya angka kematian ibu juga terutama disebabkan karena faktor non medis yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama. Sebagai contoh banyak kaum ibu yang menganggap kehamilan sebagai peristiwa alamiah biasa padahal kehamilan merupakan peristiwa yang luar biasa sehingga perhatian terhadap kesehatan ibu hamil harus diperhatikan. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan juga menjadi sebab tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk. (Ketut Sudhaberata,2006)
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Sekitar satu perempuan meninggal setiap menit. (WHO,2004)
Negara - negara di Asia termasuk Indonesia adalah negara dimana warga perempuannya memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding negara-negara Barat dalam hal kematian ibu karena persalinan dan komplikasi kehamilan. Di negara-negara yang sedang berkembang, angka kematian ibu berkisar 350 per 10.000 kematian. Angka kematian ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran. Angka yang sangat mengkhawatirkan karena meningkat dari angka yang tercatat peda beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran yang berarti bertambah sekitar 73 orang.
Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya,diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan sulit bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya.
Data menunjukkan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka yang tinggal jauh dari Rumah Sakit. Penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing-masing adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13 %, aborsi yang tidak aman 11%, serta sepsis 10 %. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah Preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian preeklampsi - eklampsi dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4%-1,8%. (Zuspan F.P, 1978 dan Arulkumaran ,1995)
Penelitian yang dilakukan Soedjonoes pada tahun 1983 di 12 RS pendidikan di Indonesia, di dapatkan kejadian PE-E 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar di banding kehamilan normal). Sedangkan berdasarkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di Makassar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya22,2%.Target penurunan angka kematian ibu menjadi 124 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 tidak mudah tercapai mengingat sistem pelayanan obsentri emerjensi masih lemah. Akhirnya yang harus diingat dari informasi diatas adalah sesungguhnya masalah kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah internasional dimana setiap negara seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menanggulangi dan mencegah kematian ibu.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas:
1.      Pengertian pre eklamsi?
2.      pengertian eklamsi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pre eklamsi.
2.      Agar dapat mengetahui apa pengertian eklamsi.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Pre Eklamsi
Preeklamsia dan eklamsia merupakan suatu komplikasi dari hipertensi pada ibu hamil. Dan preeklamsia dapat dibagi lagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Di indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia ketiga, termasuk indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab akan berdampak pada melemahnya daya saing bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian , serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita. Kecenderungan semakin tingginya angka kekurangan energi protein pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu serta ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram rentan terhadap gangguan pertumbuhan dan kecerdasan.
Anak yang kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi berisiko terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus pada masa dewasa. Resiko kematian akibat kekurangan gizi juga lebih besar, justru dalam usia produktif. Pada kehamilan, selain terjadi perubahan psikologis, juga fisiologi.
Oleh karena itu, menegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan. Diperkirakan pre eklamsia terjadi 5 % kehamilan, lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama. Juga pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau menderita penyakit pembuluh darah.
Adapun pembagian pre eklamsi ringan dan berat :
A.    Pre Eklampsia Ringan
1.      Pengertian
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/ atau edema pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
2.      Patofisiologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “ maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
3.      Gejala Klinis
Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
1)      Hipertensi : sistolik / diastolic e” 140/90 mmHg.
2)      Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24jam atau secara kuantitatif positif2 (2+).
3)      Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
4)      Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat.
4.      Pemeriksaan dan Diagnosis
a)      Kehamilan 20minggu atau lebih
b)      Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
c)      Edema pada tungkai (pertibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
d)     Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).
5.      Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
1.      Banyak istirahat (berbaring tidur/ miring).
2.      Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3.      Sedativa ringan : tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari.
4.      Roborantia
5.      Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
6.      Pemerikasaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b.      Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan criteria
1.      Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia seperti:
2.      Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
3.      Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat.
Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka preeclampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat. Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
c.       Perawatan obstetric pasien pre eklampsia ringan :
1.      Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
a.       Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawwatan, persalinan ditunggu sampai aterm
b.      Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37minggu atau lebih.
2.      Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih ): persalinan ditunggu sampai terjadi usia persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3.      Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.

B.     Pre Eklampsia Berat
1.      Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi  160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan / atau pada kehamilan 20 minggu atau lebih.


2.      Kriteria diagnostik
Ditandai oleh salah satu hal dibawah ini :
a.       Tekanan darah sistolik atau sama 160 mmHg atau diastolic lebih atau sama dengan 110 mmHg, tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah rawat baring dirumah sakit.
b.      Protein uria 5 gram atau lebih per 24 jam atau kualitatif positif 3 atau 4.
c.       Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per 24 jam disertai dengan kenaikan kreatinin plasma.
d.      Gangguan virus dan cerebral
e.       Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen.
f.       Ededma paru, cyanosis
g.      Pertumbuhan janin intra uterin terlambat
h.      Adanya HELLP syndrome (Hemolisis, Elevated liver function test and low Platelet count)
3.      Pentalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a.       Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal.
b.      Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
4.      Pengobatan
1.      Perawatan Aktif
a.       Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment (NST&USG).
b.      Indikasi
1.      Ibu
a.       Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
b.      Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia
c.       Kegagalan terapi koservatif yaiitu setelah 6 jam pengobatan medika mentosa terjadi kenaiakn tekanan darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak ada perbaikan

2.      Janin
a.       Hasil fetal assessment jelek (NST & USG)
b.      Adanya tanda IUGR
3.      Laboratorium
Adanya “ HELLP” syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
2.      Pengobatan medikamentosa yaitu :
a.       Segera masuk rumah sakit
b.      Tidur baring, miring ke satu sisi (sebaiknya kiri), tanda vital diperikasa setiap 30 menit, reflex patella setiap jam
c.       Infuse dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infuse RL (60-125cc/jam) 500cc.
d.      Antasida
e.       Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
f.       Pemberian obat anti kejang : diazepam 20 mg IV dilanjutkan dengan 40 mg dalam dekstrose 10 % selama 4 – 6 jam. Atau MgSO4 40 % 5 gram IV pelan pelan dilanjutkan 5 gram dalam RL 500cc untuk 6 jam.
g.      Diuretic tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongesif atau edema anasarka. Diberikan furosenid injeksi 40 mg/ IV.
h.      Antihipertensi diberikan bila : Tekanan darah sistolik e” 180 mmHg, diastolic e”  110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Dapat diberikan catapres ½ - 1 ampul IM dapat diulang tiap 4 jam, atau alfametildopa 3 x 250 mg, dan nifedipin sublingual 5 – 10 mg.
i.        Kardiotonika, indikasinya bila ada tanda – tanda payah jantung, diberikan digitalisasi cepat denagn cedilanid.
3.      Lain-lain :
a.       Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata
b.      Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rectal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alcohol atau xylamidon 2 cc IM.
c.       Antibiotic diberikan atas indikasi, diberikan ampicillin 1 gr / 6 jam / IV / hari.
d.      Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus, dapat diberikan petidin HCI 50-75 mg sekali saja, selambat- lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
4.      Pengobatan Obstetrik
a.       Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu
b.      Induksi persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
5.      Seksio serasia bial:
a.       Fetal assessment jelek
b.      Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
c.       12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
d.      Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
6.      Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
Kala 1.
a.       Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
b.      Fase aktif : amniotomi saja bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
a.       Pada persalinan per vaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian terapi medika mentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang ; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
b.      Perawatan konservatif
c.       Indikasi : bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
d.      Terapi medikamentosa :  sama dengan terapi medikamentosa pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
e.       Pengobatan obstetric :
1.      Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminaasi.
2.      MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
3.      Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap terapi medikamentosa dadal dan harus diterminasi.
4.      Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
f.       Penderita dipulangkan bila :
1.      Oenderita kembali ke gejala-gejala / tanda – tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
2.      Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

2.2    Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas yang ditandai dengan adanya kejang dan atau koma, sebelumnya didahului oleh tanda-tanda pre eklampsia.
A.    Patofisiologis
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ- organ hati, gijal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.
B.     Gejala klinis
1.      Kehamilan lebih 20 minggu atau persaslinan atau masa nifas
2.      Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
3.      Kejang-kejang dan / atau koma
4.      Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ
C.    Pemeriksaan dan diagnosis
1.      Berdasarkan gejala klinis di atas
2.      Pemeriksaan laboratorium :
a.       Adanya protein dalam urin
b.      Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
c.       Fungsi hematologi / hemostasis
D.    Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :
1.      Untuk menghentikan dan mencegah kejang.
2.      Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3.      Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
E.     Penanganannya :
1.      Terapi medikamentosa sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bilu timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg / kgBB / IV perlahan-lahan.
2.      Perawatan bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam / jantung, mata, anastesi dan anak.
3.      Perawatan pada serangan kejang : di kamar isolasi yang cukup terang / ICU
F.     Pengobatan Obstetrik
1.      Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
2.      Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
3.      Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
a.       Penderita belum inpartu
b.      Fase laten
c.       Gawat janin

G.    Cara pemberian diazepam pada pre eklampsi dan eklampsi
1.      Pemberian Intra Vena :
2.      Dosis awal :
a.       Diazepam 10 mg IV pelan pelan selama 2 menit.
b.      Jika kejang beulang, ulangi dosis awal
3.      Dosis pemeliharaan :
a.       Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL perinfus.
b.      Depresi pernafasan ibu, mungkin terjadi jiak dosis > 30 mg/jam.
c.       Jangan diberikan > 100 mg / 24 jam.
4.      Pemberian melalui rektum
a.       Jika pemberian IV tidak mungkin, Diazepam dapat diberikan per rectal, dengan dosis 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum.
b.      Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, berikan tambahan 10 mg / jam atau lebih, bergantung berat badan pasien dan respon klinis.
5.      Cara pemberian magnesium sulfat  pada pre eklampsi dan eklampsi
1.      Dosis awal : 4 gram MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 5 menit. Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 garm larutan MgSO4 40 %, masing masing 5 gram bokong kiri, ditambah 1 ml lignokain 2 % pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4, dapat juga diberikan secara perdrip untuk 4-6 jam.
2.      Dosis pemeliharaan : 1-2 gram per jam per infuse. Lanjutkan MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.
3.      Syarat- syarat pemberian MgSO4
a.       Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu calcium gluconas 10 % = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b.      Refleks patella positif kuat
c.       Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
d.      Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
e.       MgSO4 dihentikan bila
1.      Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karna kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Reflex fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liteer. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung
2.      Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a.       Hentikan pemberian magnesium sulfat
b.      Berikan calcium gluconase 10 % 1 gram (10% dalam 10cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
c.       Berikan oksigen
d.      Lakukan pernapasan buatan.
3.      Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (nomotensif).















BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil, penyakit ini ditandai dengan tekanan darah yang meninggi diikuti oleh peningkatan kadar protein dalam urine. Dan dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini menyebabkan berat badan bayi yang akan dilahirkan relative kecil, si ibu akan melahirkan secara premature. Wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami peningkatan TD, gagal ginjal, kejang-kejang dan dapat menyebabkanm koma, atau bahkan kematian baik sebelum atau setelah melahirkan.

3.2    Penutup
Untuk pemerintah hendaknya program utuk menurunkan angka kematian ibu benar benar di jalankan bukan hanya selogan saja. Perlu di tingkatkan promosi dan pendidikan KIA hingga tingkat rumah tangga program pemerintah seharusnya dapat menjangkau seluruh provinsi indonesia. Dan setiap wanita iu hamil hendaknya melakukan kunjungan antenatal selama periode antenatal untuk mencegah komplikasi kehamilan secara dini.


DAFTAR PUSTAKA

Achadiant, chrisdiono. 2004. Obserti Dan Genokologi. Jakarta: EGC.

Bothamley, judy dan maureen boble. 2013. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta : EGC.

Stenohever, morton dan tanya sorensen. 1995. Penatalaksanaan Dalam Persalinan. Jakarta: hipokrates.

Nogroho, taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta. Nuha Medika.

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Krbidanan. Yogyakarta: nuha medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar